Sunday, September 27, 2020

LIPI Luncurkan Hasil Studi Pengelolaan Dana Desa



Jakarta, Humas LIPI. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Pudjiastuti, mengatakan, Tim Kajian Desa Pusat Penelitian Politik LIPI telah menyelesaikan penelitian pada 2018 dan mengemas hasil studi dalam sebuah buku berjudul Pengelolaan Dana Desa: Studi dari Sisi Demokrasi dan Kapasitas Pemerintahan Desa.


“Buku Pengelolaan Dana Desa ini bisa menjadi masukan pemerintah dalam mengambil keputusan tentang desa,” ujarnya ketika membuka webinar Bedah Buku Pengelolaan Dana Desa, Studi dari Sisi Demokrasi dan Kapasitas Pemerintahan Desa, pada Rabu (23/09).

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengamanatkan dana desa yang besarnya sekitar satu miliar rupiah bagi 74.958 desa di seluruh Indonesia. UU tersebut membuka ruang otonomi bagi desa untuk mengelola keungan sendiri melalui pemberian dana desa.

Nuke Menjelaskan, hasil studi pada 2017 menemukan jumlah desa tertinggal menurun sebanyak 17 persen menjadi 7.941. Jumlah desa berkembang meningkat sepuluh persen menjadi 58.313 desa, dan desa mandiri bertambah tujuh persen menjadi 7.839 desa.

“Akan tetapi, di samping cerita menggembirakan, tidak sedikit permasalahan yang masih mengemuka menyangkut pengelolaan dana desa. Seperti merebaknya kasus penyimpangan dana desa. Satu per satu kepala desa dan/atau aparat desa tersangkut kasus korupsi dana desa,” tambahnya.

Siti Zuhro, peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI menjelaskan ada tiga alasan pemberian dana desa. “Pertama, memberikan akses dan kesempatan bagi desa untuk menggali potensi sumber daya alam yang dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan desa, dengan tetap memperhatikan ekologi pembagunan berkelanjutan; kedua memberikan bantuan kepada desa berdasarkan peraturan yang berlaku; dan ketiga memfasilitasi capacity building baik aparatur desa maupun masyarakat,” jelas Zuhro.

Zurho mengatakan, dinamika pemberian dana oleh pemerintah pusat ke desa-desa di seluruh Indonesia, dalam rangka memajukan kesejahteraan dan pembangunan desa, banyak menimbulkan masalah. Ia menyebutkan, setidaknya ada tiga hal terkait munculnya fenomena korupsi dana desa.
Pertama, kenyataan bahwa masih mengemukanya kelemahan kapasitas kepala desa dan perangkat dalam mengelola dana desa.  Kedua, pemberian dana desa dalam jumlah demikian besar tanpa diikuti dengan penguatan komunitas dan kelembagaan demokrasi desa. Ketiga, kesulitannya pemerintah dalam melakukan pengawasan pengelolaan dana desa.

Indikasi kesejahteraan rakyat seyogianya juga merujuk pada kesejahteraan desa di negara tersebut. Tetapi, Zuhro menjelaskan bahwa data menunjukkan desa semakin ditinggalkan rakyat.

Indikasi tersebut secara jelas memperlihatkan bahwa kehidupan di desa semakin sulit. Hal itu juga tercermin dari jumlah penduduk miskin desa yang hampir dua kali lebih besar daripada kota.

“Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan menjadi lebih kuat bila ditopang oleh kedaulatan rakyat serta kemandirian lokal, yaitu daerah dan desa,” tutup Zuhro.

Zuhro berharap buku hasil penelitian pengelolaan dana desa ini dapat menjadi rekomendasi tetulis yang dapat menjadi bahan pemikiran dan rujukan pemangku kepentingan untuk memperbaiki pengelolaan dana desa. Melalui kebijakan yang diambil dengan berdasar pada hasil studi tersebut, diharapkan kesejahteraan masyarakat dan kedaulatan desa bisa terwujud. (Sumber : 
http://lipi.go.id)

Tambang Emas Ilegal di Latimojong Cemari Air Baku PDAM Luwu

 



 

LUWU - Tambang emas ilegal yang beroperasi di sungai Desa Kadundung, Kecamatan Latimojong, Luwu, Sulawesi Selatan, selain tidak memiliki izin tambang tersebut juga mencemari air sungai.

 

Direktur Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Luwu, Syaharuddin, mengakui terjadi peningkatan biaya produksi air baku, akibat beroperasinya tambang emas ilegal tersebut.

 

Syaharuddin menjelaskan, biaya produksi meningkat hingga 40 persen. Biaya itu kata dia, timbul akibat proses penjernihan air baku yang keruh karena adanya aktifitas tambang emas ilegal. Limbahnya dibuang langsung ke sungai dan menyebabkan air sungai keruh.

 

"Keruhnya air sungai dan masalah ini sudah kami sampaikan ke DPRD Luwu, tapi belum ada tindaklanjutnya," kata Syaharuddin, Minggu 27 September 2020.

 

Syaharuddin juga berharap agar  proyek pelebaran badan jalan ke Latimojong, Cuttingan tanah dan buangan cadasnya jangan sampai dibuang ke Sungai karena bisa membuat air baku PDAM jadi keruh.

 

Ancaman lain juga datang dari penggunaan zat kimia merkuri. Jika informasi itu benar, maka tentu akan berdampak buruk pada kesehatan warga yang menjadi pelanggan PDAM Luwu.

 

"Terakhir kami mengambil sampel awal tahun 2020 dan kalau benar ada penggunaan merkuri, ini sangat berbahaya, tolong bantu kami," ujarnya.

 

Tambang emas ilegal di desa Kadundung, Kecamatan Latimojong, sudah beroperasi cukup lama. Tambang ini awalnya hanya mengantongi izin galian C, namun fakta di lapangan adalah tambang emas menggunakan merkuri.

 

Pemerintah Kabupaten Luwu, dianggap lemah dan terkesan melakukan pembiaran, sehingga tambang ilegal ini bebas berproduksi.

 

"Padahal sudah cukup lama dan terlihat jelas dari jalan yang selalu dilalui pejabat pemkab Luwu, tapi tidak ada yang peduli," kata salah seorang warga Luwu.

 

Sejumlah pekerja mengakui, tambang emas ini milik pengusaha china yang berdomisili di Makassar. Dalam sehari produksi, meresa bisa peroleh 35 gram emas.

 

Diketahui beberapa hari sebelumnya Kadis Lingkungan Hidup provinsi Sulawesi Selatan, Ir. Andi Hasdullah beserta anggota Komisi D DPRD  provinsi Sulsel melakukan kunjungan langsung ke lokasi tambang emas yang diduga ilegal tersebut.

 

Andi Hasdullah menjelaskan bahwa  kita sudah tinjau dengan anggota Komisi D DPRD provinsi Sulsel, setelah kita lakukan pemeriksaan dokumen lingkungannya itu direkomendasi oleh Dinas Lingkungan hidup kabupaten Luwu.

 

"Jadi itu memang izinnya di terbitkan di kabupaten, jadi saya kemarin minta kepala dinasnya, bagaimana langkah-langkahnya karena hasil peninjauan kemarin itu telah terjadi pelanggaran-pelanggaran," jelas Ir. Andi Hasdullah, saat dikonfirmasi Melalui telepon seluler, Kamis (24/09/2020).

 

Menurutnya, terdapat beberapa pelanggaran yang pertama yaitu izin yang digunakan adalah izin galian C, namun kenyataannya di lapangan tidak sesuai, mereka mencari atau permurnian emas dilokasi tersebut, yang kedua surat izin tidak sesuai dengan lokasi yang tertera, mereka berpindah-pindah lokasi dan pelanggaran yang ketiga itu membuat air sungai jadi keruh dan mengakibatkan  pencemaran dengan menggunakan bahan kimia permurnian emas

 

"Bahan pemurnian emas itu membahayakan masyarakat, jadi sudah kita minta kepada DLH Kabupaten Luwu untuk menghentikan penggalian tambang dan bahkan pengelola tambang tersebut bisa dituntut secara hukum" tambahnya.

 

Sambung Hasdullah, bahwa pihaknya meminta DLH mengambil langkah, kalau misalnya DLH Kabupaten Luwu tidak mampu menyelesailan persoalan ini,  mereka bisa minta bantuan di DLH provinsi Sulsel.

 

"Jadi ini kewenangan penuh di kabupaten, karena izin rekomendasinya dari Dinas Lingkungan Hidup Kab. Luwu, jadi tidak ada kesulitan jika mereka langsung cabut," ucap Andi Hasdullah.

 

Sementara itu Fadriaty Asmaun, anggota DPRD provinsi Sulsel yang turun langsung ke lokasi melihat aktifitas tambang ilegal tersebut,  meminta agar segala aktifitas di tambang itu dihentikan.

 

Legislator Partai Demokrat itu menjelaskan bahwa kegiatan ini sangat berdampak buruk bagi lingkungan dan cukup membahayakan.

 

"Limbah mercurinya mengalir ke sungai, sementara sungai ini banyak dimanfaatkan warga, termasuk sebagai air baku PDAM di Luwu" ujar Fadriaty Asmaun. (*)

Saturday, October 5, 2019

Begini Penyebab Kepunahan Udang Cantik Endemik Sulawesi




LUWU TIMUR  – Udang cantik endemik Sulawesi (Caridina woltereckae) merupakan salah satu kelompok Krustasea atau Udang-udangan yang hidup di Danau Towuti dan Danau Mahalona, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, kini mengalami ancaman kepunahan.

Hasil survey yang dilakukan Henny T. Cinnawara, Dosen di Universitas Andi Djemma  Palopo bersama International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan Yayasan Bumi Sawerigading (YBS) bulan April 2019 di Danau Mahalona dan di Danau Towuti pada Januari 2019  terungkap beberapa ancaman kepunahan udang endemik  Sulawesi (Caridina woltereckae) disebabkan oleh kerusakan habitat yakni untuk Danau Towuti disebabkan oleh beberapa faktor seperti bebatuan,  limbah domestik, limbah pertanian dan perubahan sempadan danau.

“Bebatuan di dasar danau sebagai habitat udang endemik telah mengalami perubahan struktur dari susunan alaminya, sementara limbah domestik (terutama sampah plastik, deterjen dan sebagainya)  sebagai penyebab penurunan kualitas air perairan danau sebagai habitat udang endemik,´kata Henny saat dikonfirmasi, Sabtu (21/09/2019).

Sedangkan limbah pertanian lanjut Henny, berupa pupuk anorganik yang mengandung unsur harafoslor dan nitrogen akan merangsang pertumbuhan fitoplankton atau alga dan meningkatkan produktivitas perairan yang  berlebihan yang apabila tidak segera diatasi akan memicu timbulnya  blooming algae  yang justru merugikan kehidupan organisme termasuk udang endemik danau, mengganggu keseimbangan ekosistem, selain itu limbah pupuk yang masuk ke perairan danau lama kelamaan akan mengendap di dasar, pada saat terjadi peningkatan suhu udara, pemanasan sinar matahari, dan tiupan angin kencang akan menyebabkan terjadinya pengadukan air di perairan danau.

“Hal itu menyebabkan arus naik dari dasar perairan yang mengangkat massa air yang mengendap, massa air yang membawa senyawa beracun dari dasar danau  mengakibatkan kandungan oksigen di badan air berkurang,  menyebabkan gejala  fenomena blooming algae  atau ledakan (peningkatan) populasi alga di dalam ekosistem perairan danau akibat limbah pertanian tersebut yang akan merusak ekosistem, termasuk kelestarian udang endemik,” ucapnya.

Penyebab ancaman kepunahan lainnya adalah perubahan sempadan danau, akibat limbah sawmil, pembukaan lahan perkebunan (merica), dan sebagainya, mengancam habitat udang endemik.


Begitupun di Danau Mahalona, penyebab ancaman kepunahan udang.endemik ini juga diakibatkan oleh limbah pertanian yang mirip dengan yang ada di Danau Towuti dan anca,man akibat pembukaan lahan.

“Ancaman habitat udang endemik akibat pembukaan lahan di selingkaran danau sebagai penyebab eutrofikasi, erosi daerah tangkapan air , dan  kerusakan hutan, pendangkalan akibat erosi, eutrofikasi tersebut merupakan penyebab  terjadinya suksesi perairan danau,” ujarnya.


Menurutnya berdasarkan hasil survey yang dilakukan, sampai saat ini indeks keanekaragaman spesies udang endemik Towuti lebih tinggi dari pada udang endemik Mahalona.

“Udang endemik Towuti masih dapat ditemukan di perairan Timampu, bahkan spesies (jenis) udang endemik di Towuti antara satu habitat dengan habitat lainnya dalam satu danau bisa berbeda jenisnya, misalnya antara tanjung di utara dan selatan dalam Danau Towuti bisa beda jenisnya, meski demikian, eksistensinya semakin berkurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,  ada fenomena kepunahan spesies,” tutur Henny.

Udang Endemik Danau Towuti Terancam Punah



SOROWAKO – Udang endemik Sulawesi (Caridina woltereckae) dengan warna yang cantik kemerahan, hidup di Danau Towuti dan Danau Mahalona, Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Karena endemik jenis udang ini masuk ke dalam daftar spesies kritis yang terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Pegiat Yayasan Bumi Sawerigading (YBS) Ernyanti Zain yang melakukan penelitian bersama IUCN mengungkapkan bahwa Udang ini mengalami ancaman kepunahan atau menurunnya populasi akibat beberapa faktor seperti pencemaran lingkungan berupa limbah industri, limbah aktivitas pertanian masyarakat sekitar danau dan limbah rumah tangga masyarakat sekitar danau.

“Populasinya sudah menurun, untuk mendapatkannya hanya bisa didapat di Danau Mahalona daerah Muara Benu, itupun saat  cuaca normal, kalau musim seperti saat ini musim kemarau agak susah didapat, sedangkan di Danau Towuti harus menyeberangi Danau ke daerah yang bebas permukiman,” kata Ernyanti saat dikonfirmasi, Jumat (20/09/2019).

Menurutnya Udang endemik Sulawesi (Caridina woltereckae) ini dapat ditemukan di pinggir danau yang dangkal, berbatu dan berpasir.

“Jadi untuk mendapatkannya hanya bisa dilakukan di tempat yang tidak berlumpur dan tidak ada permukiman warga,” ujarnya.

Agar udang ini tetap lestari, lanjutnya semua pemangku kepentingan (Stake Holders) yang berada di area Danau-danau disana turun tangan melakukan pendampingan dan upaya konservasi untuk mempertahankan kehidupan udang Endemik ini dan biota keanekaragaman hayati lainya.

“Kami berharap semua pihak turun untuk membantu melestarikan hewan endemik,  dengan harapan spot tempat hidupnya di danau masih dipelihara dan dipertahankan, seharusnya ada aturan yang membuat kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan pencemaran atau perlakuan yang dapat merusak habitat udang itu,”ucapnya.

Jika udang ini sudah tidak bisa lagi diselamatkan maka langkah terakhi yang perlu dilakukan adalah membudidayakan di darat dengan menggunakan kolam khusus untuk pembudidayaan demi penyelamatan.

“Itu langkah terakhirjika sudah tidak bisa dilakukan. Sekarang ini aktivitas penangkapan udang dilakukan oleh warga untuk dikonsumsi secara lokal dan dikumpulkan
untuk perdagangan sebagai ikan hias,” tuturnya.

Mengenal Udang Cantik Satwa Endemik Sulawesi



Sulawesi mempunyai udang endemik yang masuk ke dalam daftar spesies kritis yang terancam punah. Salah satunya adalah spesies udang harlequin Caridina woltereckae. “Perpaduan coraknya yang cantik dengan dominasi merah marun dan putih menjadikan spesies ini  banyak diburu oleh para pedagang ikan hias,” ungkap Daisy Wowor, peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI.

Daisy menemukan spesies udang endemik danau Towuti, Sulawesi selatan ini pada tahun 2009 silam. “Caridina adalah nama genus sedangkan nama spesies woltereckae adalah penghormatan untuk  jasa peneliti udang-udangan, Eva Woltereck,” jelas Daisy.

Daisy juga menemukan beberapa jenis udang hias lainnya seperti Caridina mahalona di kompleks danau  Malili, Sulawesi Selatan dan Caridina longidigita di danau Poso, Sulawesi Tengah. “Danau Towuti merupakan danau purba yang terbentuk akibat proses tektonik yang bersifat oligotrofik. Karakter danau oligotrofik yang memiliki air jernih, miskin zat hara, namun kandungan oksigen memadai menjadi ekosistem yang tepat untuk beberapa spesies flora dan fauna endemik.”

International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah memasukkan Caridina woltereckae  ke dalam daftar merah spesies terancam punah. “Selain faktor manusia, banyaknya ikan invasif  yang ada dan memburuknya kualitas habitat danau semakin memperparah kondisi keberadaan udang hias endemik ini,” terang Daisy.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selaku otoritas ilmiah pemberian data dan timbangan ilmiah konservasi keanekaragaman hayati menjadikan Caridina woltereckae sebagai salah satu ikon seri perangko satwa nusantara dalam rangka peringatan 125 tahun Museum Zoologi Bogor. Bersama dengan instansi terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatanan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, LIPI terus berupaya menjaga keberlangsungan keanekaragaman hayati dari kepunahan
dikutip dari LIPI dengan judul : Mengenal Udang Cantik Satwa Endemik Sulawesi

Sunday, September 29, 2019

Ratusan Ekor Burung Kolibri Akan Diselundupkan ke Jakarta


Burung Kolibri. dok by kicau.net


Pengiriman sebanyak 360 ekor burung kolibri dihentikan saat hendak diselundupkan dari Pelabuhan Pangkalbalam, Kepulauan Bangka Belitung menuju Jakarta, Minggu (29/9/2019). 

Saat dilakukan pemeriksaan, burung mungil bernama latin Trochilidae yang dimuat dalam sembilan sangkar itu tidak dilengkapi dokumen resmi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) maupun balai kesehatan pelabuhan. Ratusan burung kolibri tersebut diturunkan petugas dari atas kapal dan dibawa ke kantor Wilker Pangkalbalam untuk dilakukan pemeriksaan. 

"Burung dalam box tersebut berjenis Kolibri yang kemudian dilabel dan disegel karantina," kata Kepala Balai Karantina Pertanian Pangkal Pinang, Saifuddin Zuhri, Minggu.

Dia menuturkan, pengungkapan kasus ini bermula dari pemeriksaan petugas terhadap truk yang tertutup terpal plastik di pelabuhan. Di dalam truk ditemukan burung kolibri dalam sembilan sangkar, perabotan dan sepeda motor. Semua muatan itu hendak diangkut ke sebuah kapal yang akan bertolak menuju Jakarta. 


"Pemilik burung tersebut sempat mendatangi petugas. Namun, saat diminta melengkapi dokumen, mereka tidak bersedia. Jadi kami tahan untuk selanjutnya dilepasliarkan," ujar Saifuddin. Tidak menunggu lama, Balai Karantina kemudian berkoordinasi dengan BKSDA dan memutuskan ratusan burung tersebut langsung dilepaskan.

Pelepasan pun dilakukan sekitar pukul 18.00 WIB di kawasan hutan bakau Desa Kurau, Bangka Tengah. Pengungkapan kasus penyelundupan burung Kolibri di Kepulauan Bangka Belitung merupakan

Sebelumnya, lebih dari seribu ekor kolibri dilepasliarkan di Hutan Lindung Mapur, Desa Deniang, Bangka. Pelepasan ketika itu berlangsung dramatis, karena banyak burung dalam kondisi lemah karena terlalu lama ditahan.  Burung Kolibri selama ini dianggap penting dalam ekosistem, karena berperan membantu penyerbukan tanaman. Burung ini kerap ditemukan di kawasan hutan bakau.



Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "360 Ekor Burung Kolibri Akan Diselundupkan ke Jakarta", https://regional.kompas.com/read/2019/09/29/21320481/360-ekor-burung-kolibri-akan-diselundupkan-ke-jakarta?page=2.
Penulis : Heru Dahnur